Telexindo-logo

Celoteh Pagi: Startup Kesehatan

hero
Annisa N Fauzi
·
25/04/2022

10 April 2022 – Dengan penduduk lebih dari 270 juta, Indonesia memiliki beberapa potensi pemenuhan kebutuhan, termasuk kebutuhan fasilitas kesehatan. Namun, ketersediaan pelayanan melalui BPJS Kesehatan dengan jaringan pelayanan kesehatan yang tersebar di seluruh pelosok Nusantara masih belum memadai untuk memenuhi semua kebutuhan kesehatan masyarakat.

Ketersediaan jaringan rumah sakit yang berkelas juga belum mampu menyediakan fasilitas yang memadai. Pelanggan sudah malas untuk antre berjam-jam menunggu dokter, belum lagi risiko berada di rumah sakit. Rasanya hanya yang terpaksa saja yang mau ke rumah sakit. Kalau bisa lewat chat dokter saja atau video call dengan dokter, juga pesan obat saja lewat aplikasi.

Begitu juga kalau Anda menerima obat dari dokter, mungkin Anda tidak hanya meminumnya. Anda akan cari tahu manfaat dari obatnya, kandungannya, juga risiko yang ditimbulkan. Tak jarang, Anda tidak meminum obat dari dokter setelah tahu kandungan obat tersebut. Nah…. Kita sudah mulai terbiasa buka website untuk cari obat dan berbagai keterangan mengenai obat tersebut.

Kebutuhan akan konsultasi dokter atau pembelian obat secara jarak jauh, akhirnya dipenuhi oleh berbagai penyedia aplikasi kesehatan. Aplikasi tersebut bisa dihadirkan oleh rumah sakit swasta, perusahaan asuransi, atau perusahaan farmasi atau inisiatif bisnis kelompok tertentu yang memulai dengan startup.

Berdasarkan data Tech in Asia, ada 43 penyedia aplikasi kesehatan di Indonesia. Yang paling banyak tentunya aplikasi yang melayani konsultasi jarak jauh atau telekonsultasi. Aplikasi tersebut menyediakan apotek online, telemonitoring, tenaga kesehatan on demand, reservasi dokter, pendaftaran rumah sakit atau klinik, estetika atau gaya hidup sehat, dan sebagainya.

Jangan salah, startup sektor kesehatan ini telah menyerap pendanaan yang tidak sedikit. Menurut catatan Tech In Asia, startup kesehatan di Indonesia telah menyerap USD 200 juta atau sekitar Rp2,8 triliun. Wow, banyak yah! Dengan Halodoc menjadi pelaku industri terbesar dan menyerap 75% pendanaa, yaitu USD 158 juta atau Rp2,2 triliun. Berarti sisanya, USD 42 juta dibagi-bagi 42 startup lainnya. Mungkin juga ada yang tidak dapat bagian.

Berdasarkan Katadata.id, tahun 2021, jumlah pengguna Halodoc meningkat 25 kali lipat dalam tiga tahun terakhir. Saat ini, Halodoc memiliki 20 juta pengguna aktif bulanan, sedangkan jumlah transaksi melonjak 16 kali lipat. Peningkatan ini didukung ekosistem, yakni lebih dari 20 ribu mitra dokter berlisensi, 2.000 RS, klinik, dan laboratorium, serta 4.000 apotek.

Lalu, siapa kah orang di balik pendanaan Halodoc? Sejumlah nama yang turut berinvestasi seperti Astra, Temasek, Telkomsel Mitra Inovasi, Novo Holdings, Acrew Diversify Capital Fund, Bangkok Bank, UOB Venture Management, Singtel Innov8, Blibli Group, Allianz X, Openspace Ventures, dan lainnya.

Jika banyak yang berinvestasi di industri ini, artinya peluang pengembangan pelayanan kesehatan di Indonesia masih sangat dibutuhkan. Bagaimana dengan rumah sakit atau asuransi, apakah ikut dalam pengembangan ini? Atau mereka menjadi mitra saja terhadap penggunaan aplikasi kesehatan? Kita tunggu saja perkembangannya atau menjadi bagian dari perubahan.

Selamat menikmati akhir pekan. Sesekali membahas data-data menarik. Salam sehat dan bahagia. (AA)