Ketika kita memilih tempat tinggal, kita tidak hanya memperhatikan harga rumah yang akan kita beli. Namun kita juga memperhatikan fasilitas, termasuk sekolah buat anak-anak, rumah sakit, pasar, bahkan kita memperhatikan ketersediaan transportasi dan jarak tempuh ke tempat kerja. Hal tersebut bisa menjadi pertimbangan suatu kawasan perumahan dibuat dengan segala fasilitas yang disediakan. Ada pula pengembang yang menawarkan dengan keunggulan taman, pemandangan bahkan menyediakan fasilitas olah raga dan tempat rekreasi.
Tentunya hal tersebut adalah hal-hal yang dibentuk oleh orang lain, dalam hal ini pengembang. Pada saatnya kita juga mendapatkan tetangga, karena kita tidak hidup sendiri. Ada tetangga yang bisa bergaul dan berkomunikasi dengan baik, ada pula yang lebih menyukai dalam kesendirian. Mereka seakan mampu memenuhi semua kebutuhannya secara sendiri. Rumah seakan menjadi tempat untuk beristirahat saja, tidak peduli siapa yang menjadi tetangga.
Ada tempat tinggal yang memungkinkan kita diterima dan bisa bergaul dengan tetangga. Ada pula tempat tinggal yang kita merasa terasing berada di dalamnya. Kita bisa diterima karena kesamaan kelompok usia, kesamaan pekerjaan, kesamaan keyakinan, atau kesamaan tingkat ekonomi. Dalam kondisi yang heterogen, kita masing-masing beradaptasi untuk saling bisa menerima satu sama lain. Bagaimana pun tetangga adalah keluarga terdekat. Yang bisa membantu kita dalam situasi tertentu.
Pada saat kuliah, anak saya, sempat tinggal di apartemen. Jika saya tanya, apakah kamu ada kenalan selama tinggal di apartemen. Jawabnya singkat, hanya teman SMA yang kebetulan satu apartemen, itupun jarang ketemu. Salah satu keluarga yang tinggal di Jakarta juga tinggal di apartemen. Jika saya tanya kondisi lingkungan apartemen, jawabnya tidak ada kenalan. Hmmm, tentunya saya mencoba membandingkan dengan kehidupan di kompleks saya yang kita bisa saling kenal tetangga satu kompleks.
Berapa banyak apartemen yang ada di Jabodetabek dengan kehidupan yang tidak peduli kepada tetangga. Beruntung jika punya tetangga, bahkan sebagian besar apartemen sepertinya tidak berpenghuni. Hanya menjadi tempat investasi, sehingga banyak yang kosong. Heran juga sih, masih banyak orang yang mau investasi apartemen, dengan biaya maintenance bulanan yang harus dibayar terus. Lah, lagian kalau mau ditempati, tetangga belum ada. Kalau masih kosong, siapa yang pertama mau tinggal di salah satu lantainya. Hmmm … !
Salah satu apartemen super-block yang terkenal sangat ramai penghuninya. Rekan-rekan telexindo pernah mencoba menginap disana, pada saat lomba The Best Contact Center Indonesia beberapa tahun yang lalu. Kehidupannya juga bersifat individual, tak peduli dengan tetangga. Kami yang menginap disana, keluar dan masuk seenak saja. Mungkin karena kami cuma beberapa hari disana, jadi kami tidak tahu kondisinya.
Beruntunglah jika mendapatkan lingkungan perumahan atau apartemen yang bisa bergaul dengan tetangga. Masih bisa olah raga bersama, masih bisa belanja bersama atau masih bisa kerja bakti bersama. Dalam kondisi pandemik saat ini, sesama tetangga bahkan kita hanya bisa komunikasi lewat whatsapp. Kalaupun kita ketemu, tak jarang kita tidak bisa melihat senyumnya, karena tertutup masker.
Yang jelas sebagai komunitas contact center minimal dapat saling kenal. Bisa saling menyapa, memberikan ucapan ulang tahun, memberikan rekomendasi, mengupdate informasi dan berbagai hal lainnya. Anggap saja kita sebagai sesama tetangga yang bisa saling mengingatkan. Saya juga masih bisa berbagi, walaupun hanya melalui tulisan saya dalam celoteh pagi.
Selamat menikmati pagi dengan secangkir teh hangat. #CelotehPagi (AA)