Telexindo-logo

Terbang dan Bandara

hero
admin
·
28/08/2020

Saya ingin menulis mengenai penerbangan dan pengalaman selama di bandara yang pernah saya singgahi. Cerita pertama adalah perjalanan ke luar negeri pada tahun 2007 ke salah satu kota di China. Walaupun sudah sering ke luar negeri, ini adalah pengalaman yang berkesan sampai sekarang. Kenapa begitu ?

Dengan keterbatasan informasi, saya mendapatkan tiket untuk berangkat menjadi wakil Indonesia dalam diskusi pembentukan Asosiasi Contact Center Asia Pasifik. Kota yang dituju adalah Hainan, saya nggak tahu dimana bagiannya. Penerbangan dari Jakarta menuju kota tersebut tidak bisa langsung, harus singgah di salah satu bandara transit, kalau tidak salah Guangzhou. Bandaranya cukup besar, tetapi yang saya tidak sukai adalah banyak orang yang meludah sembarang di lantai. Walaupun ada petugas kebersihan, tetapi kondisi tersebut tidak mengenakkan.

Yang menyenangkan dalam setiap perjalanan ke China, adalah adanya fasilitas jemputan dari bandara. Tuan rumah memang secara khusus menyediakan jika kita menjadi delegasi. Hal yang sama terjadi pada saat itu, masalahnya supir yang ditunjuk sendiri dan tidak mengerti Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Perjalanan dari bandara ke lokasi pertemuan membutuhkan waktu 2 jam perjalanan. Saya tidak tahu kalau perjalanan akan lama, maka saya merasa gelisah di mobil, karena tidak sampai-sampai ke tempat yang dituju. Alhamdulillah setelah perjalanan cukup lama akhirnya sampai juga, tempatnya terpencil dan dekat dengan pantai. Belakangan baru saya tahu bahwa itu sebuah pulau di selatan China.

Cerita kedua adalah perjalanan penerbangan menggunakan pesawat kecil di pedalaman Korea. Waktu itu, sekitar tahun 2000, sebagai salah satu karyawan di penyedia teknologi contact center. Saya mendapatkan kesempatan employee gathering di pedalaman Korea yang bersalju. Sekitar bulan Maret, saat itu saya sedang mengikuti kuliah di Jakarta. Berhubung ada ujian yang harus saya ikuti, saya kembali lebih awal. Nah, pada saat kembali harus sendiri dan menggunakan bandara yang kecil dan pesawat kecil menuju Seoul. Masih terasa musim dingin, merasakan tempat yang tidak ada yang dikenal dan bahasa yang digunakan isyarat.

Sebenarnya saya juga pernah naik pesawat kecil yang menggunakan baling-baling waktu ke Aceh, sekitar tahun 1995. Salah satu perusahaan minyak di sana membutuhkan teknologi PABX dan saya dikirim kesana untuk memberikan penjelasan. Yang mengerikan adalah adanya cerita pesawat ditembak oleh salah satu gerakan yang terkenal pada masa itu. Alhamdulillah beruntungnya kejadian itu tidak terjadi pada saya.

Itu mengenai terbang, kalau mengenai bandara, hampir semua bandara akan terasa lega kalau mempunyai langit-langit yang tinggi. Mungkin terasa seperti Bandara Soekarna Hatta, juga bandara Hongkong, Singapore, Beijing, Seoul, Bangkok, Kuala Lumpur, Amsterdam, Abudabi dan Dubai serta masih banyak lagi. Kalau yang sempit bandara internasionalnya, yah mulai dari Manila, Hanoi, Osaka, Nagoya, atau mungkin juga Paris. Yang pengaturan antrean imigrasinya yang tentunya sedikit tidak mengenakkan. Yang paling bagus pelayanan imigrasinya adalah Jepang dan paling buruk adalah Saudi Arabia.

Yang saya suka menunggu adalah di bandara Bangkok, karena bisa membeli manggo sticky rice dan berbagai hal menarik lainnya. Yang menarik adanya atraksi budaya di bandara Seoul, Korea. Kalau di bandara Singapore dan Jakarta, karena tempat belanjanya banyak dan bisa makan sesuai selera. Masih banyak kota di dunia yang belum saya kunjungi, semoga suatu saat bisa terbang lagi.

Anyway sebelum menutup ceritanya, Itu mengenai terbang dan bandara, masih banyak cerita perjalanan yang sebenarnya bisa ditulis disini. Kalau terlalu panjang nanti bosan membacanya. Semangat, semoga pandemik berlalu dan kita bisa terbang lagi. Yuk, semangat. #CelotehPagi (AA)